IKSASS sudah sangat populer dikenal sebagai sebuah wujud ikatan diantara para alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo. Pahlawan Nasional, KHR. As’ad Syamsul Arifin adalah inspirasi dan ikon utama Pondok Pesantren ini. Seorang alim, sederhana, pejuang dan pendidik anak bangsa hingga akhir hayatnya. Meminjam bahasa dari tim penilai calon pahlawan Nasional Jawa Timur, Kyai As’ad itu diberkahi usia yang panjang dan umur yang berkah, sehingga tak ada waktu sedikit pun yang tak tercatat sebagai momen perjuangan. Profile inilah yang kini menjadi spirit sahabat alumni yang mengikatkan diri dalam sebuah rumah besar IKSASS. Saya menyebutnya sebagai Rumah Kebudayaan.
Mendengar kata rumah langsung terbayang sebuah bentuk bangunan dengan atap, pintu, dan lantainya. Itu sudah tertanam dalam setiap benak, tidak terkecuali. Rumah adalah bangunan untuk tempat tinggal; rumah adalah bangunan pada umumnya.
Adapun budaya, ia adalah pikiran, akal budi, hasil atau juga dapat didefinisikan adat-istiadat. Budaya dan kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola dapat dilihat dalam tiga wujud. Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Ia merupakan suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala “individu—masyarakat” tempat budaya tersebut hidup.
Wujud kedua adalah kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas dan tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud kedua ini juga disebut sistem sosial, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini berhubungan dalam kurun waktu tertentu dan membentuk pola yang berdasarkan adat tata kelakukan.
Wujud ketiga, kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud sebagai kebudayaan fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat. Oleh karena itu, wujud yang ketiga ini sifatnya paling nyata, berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto.
Jelas, budaya dengan kebudayaan dan sistem sosial yang membentuknya, terjadi melalui proses yang berkesinambungn sehingga budaya merupakan hal yang menyeluruh dan berhubungan satu dengan lainnya. Sebuah holistik integral dalam kehidupan individu perseorangan juga individu masyarakat.
Lalu, apakah IKSASS sebagai rumah budaya adalah bangunan tempat pikiran, akal budi; hasil atau adat istiadat (santri) tinggal? Apakah rumah budaya adalah rumah dari sebuah bentuk kreativitas-kreativitas dengan hasil atau wujud-wujudnya? Apakah rumah budaya adalah sebuah rumah bagi mereka yang berkecimpung dalam kebudayaan, apa pun bentuknya?
Jawabnya adalah ya.
IKSASS jelas menunjukkan fakta yang demikian. Secara fisik walaupun jauh dari kata sempurna ia memiliki sebuah simbol, sebuah “rumah” yang biasa disebut sebagai Kantor Pusat. Sebagai Rumah Kebudayaan, IKSASS tidak sekedar bangunan fisik yang bisa rusak bila tiba ajalnya, namun ia merupakan representasi dari ide-ide, kompleks aktivitas dan benda-benda wujud aktivitas yang kasat mata yang tengah diperjuangkan kader-kader IKSASS dimana saja berada.
Bila sahabat hari-hari ini dapat menengok “Rumah Kebudayaan” itu sungguh sangat membanggakan, ia terlihat bukan sekedar bangunan fisik yang tiada guna sebagaimana sering disaksikan dimana-mana. Namun ia benar-benar menjelma menjadi sebuah pusat aktivitas tiada henti sebagaimana melekat pada citra sang Pahlawan Nasional, menjadi pejuang hingga akhir hayat.
Bila sahabat sepakat dengan konsep Rumah Kebudayaan ini, para sahabat harus bisa menerima dengan setulus hati dan dengan kebanggaan, sebuah istilah yang bernada candaan sebagai “KUA” Kantor Urusan Apa Saja.
IKSASS adalah Rumah Kebudayaan, Rumah yang menjadi tempat kita belajar menjadi manusia yang sebenar-benarnya manusia.
Salam perjuangan, Salam Kyai Fawaid. Salam IKSASS. [m.i.f]